BE POSITIF AND LET'S ACTION

CARA GILA JADI PENGUSAHA 5

Otak emosional kita akan menunjukkan pada arah yang tepat. Maka, adalah
tindakan yang tepat, jika mulai sekarang kita bisa mengatur emosi kita
sendiri.
Dalam konteks ini menurut pakar manajemen, Dr. Patricia Patton
mengatakan bahwa untuk mengatur emosi, kita bisa melakukan dengan cara
belajar, yaitu:
1. Belajar mengidentifikasi apa biasanya yang memicu emosi kita dan
respon apa yang kita berikan.
2. Belajar dari kesalahan, belajar membedakan segala hal di sekitar kita
yang dapat memberikan pengaruh pada diri kita.
3. Belajar selalu bertanggung jawab terhadap setiap tindakan kita.
4. Belajar mencari kebenaran, belajar memanfaatkan waktu secara
maksimal untuk menyelesaikan masalah.
5. Belajar menggunakan kekuatan sekaligus kerendahan hati.
Saya sendiri juga merasakan, bahwa dampak positif dari terciptanya
keselarasan kedua otak itu juga akan memunculkan tindakan-tindakan
produktif, membuat kita semakin mantap dalam berbisnis, dan pada akhirnya
akan berdampak positif bagi kemajuan bisnis kita.
Singkatnya, keselarasan itu sangat berkaitan dengan pemberdayaan diri kita.
Dimana, kita mesti bisa mengontrol diri, dan menggunakan akal sehat. Dan,
tentu saja, keselarasan itu tidak akan terwujud kalau kita masih juga
memegang teguh sifat mementingkan diri sendiri. Sehingga, seorang
wirausahawan yang bisa menyelaraskan otak berpikir dan otak emosionalnya,
akan sangat mungkin lebih berhasil dalam bisnisnya.
Boleh jadi peluang menjadi wirausahawan yang kompeten, bernilai,
profisional, dan bahagia akan lebih bisa dicapai. Meski tak mudah kita
menyelaraskan kedua otak tersebut, tapi saya yakin, kita harus berani
mencobanya.
Otak Kanan Itu Semakin Penting
“Sudah saatnya kita mengandalkan otak kanan, meski
sebelumnya guru kita lebih banyak mengajarkan otak kiri”.
CARA GILA JADI PENGUSAHA
_________________________________________________________________
Purdi E. Chandra
35
Otak kanan memang makin menjadi penting saat ini. Bukan karena kita
“sirik” dengan otak kiri, tetapi karena betul-betul dirasakan kebutuhannya,
khususnya oleh entrepreneur. Terlebih lagi, karena dalam ilmu manajemen
yang selama ini ada, yang lebih didasarkan logika dan rasional, ternyata tidak
selamanya mampu mengatasi Setiap persoalan binis.
Dan, mengapa harus otak kanan ?
Oleh karena, di otak kanan sarat dengan hal-hal yang sifatnya :
• eksperimental
• divergen
• bukan penilaian
• metaforilal
• subyektif
• non verbal
• intuitif
• diffuse
• holistik, dan
• reseptif.
Sementara kita sadar, bahwa otak kiri cenderung bersikap :
• obyektif
• presisi
• aktif
• logikal
• verbal
• penilaian
• linier
• konvergen
• numerikal
Padahal, jika kita mampu memberdayakan otak kanan, maka ada
kecendrungan akan mampu menyelesaikan setiap masalah dalam bisnis, bila
dibandingkan kalau kita dengan hanya mengandalkan otak kiri.
Dengan kita mampu memberdayakan otak kanan, maka setiap memecahkan
persoalan dalam bisnis, kita pun akan dapat melihat secara keseluruhan, dan
kemudian memecahkan berdasarkan firasat, dugaan, atau intuisi.
CARA GILA JADI PENGUSAHA
_________________________________________________________________
Purdi E. Chandra
36
Intuisi ini adalah kemampuan untuk menerima atau menyadari informasi
yang tidak dapat diterima oleh kelima indera kita.
Tampaknya ada yang khawatir dengan intuisi, karena mereka pikir intuisi bisa
menghalangi pemikiran rasional. Sebenarnya intuisi justru berdasarkan pada
pemikiran yang rasional dan tidak dapat berfungsi tanpanya.
Robert Bernstrin, mengatakan, bahwa hanya intuisi yang dapat melindungi
kita dari orang-orang paling berbahaya, orang-orang yang tidak mampu
bekerja dan cuma pinter ngomong.
Lalu ? Seorang entrepreneur yang mampu memberdayakan otak kanannya,
biasanya juga cenderung memilih manajemen yang berstruktur luwes dan
spontan, serta pada struktur yang sifatnya sama.
Lain halnya bila dia lebih mengandalkan otak kirinya. Maka ia akan lebih
cenderung pada struktur hirarki dan pada kondisi manajemen yang
berstruktur. Mengandalkan otak kiri juga cenderung membuat penyelesaian
masalah dipecahkan satu per satu berdasarkan logika.
Kenyataan ini pernah kita alami saat studi dulu. Kita lebih banyak diajarkan
atau dilatih oleh guru kita untuk selalu berpikir dengan otak kiri. Misalnya kita
selalu dituntut berpikiran logis, analistik, dan berdasarkan pemikiran edukatif.
Padahal hal tersebut ada kelemahannya. Kita tak dapat menggunakannya,
bila data tak tersedia, data tak lengkap, atau sukar diperoleh data.
Maka, jika kita termasuk kategori otak kiri dan tidak melakukan upaya
tertentu untuk memasukkan beberapa aktivitas otak kanan, maka akan
menimbulkan ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan tersebut dapat
mengakibatkan kesehatan mental dan fisik yang buruk, seperti mudah stres,
mudah putus asa atau patah semangat.
Tapi dengan kita mampu memberdayakan otak kanan kita, maka kita juga
akan lebih intuitif dalam menghadapi setiap masalah yang muncul. Tentu
saja hal tersebut berbeda dengan mereka yang hanya mengandalkan otak
kiri, yang cenderung bersifat analistis.
Yang jelas, kedua belahan otak tersebut sama pentingnya. Jika kita mampu
memanfaatkan kedua otak ini, maka kita akan cenderung “seimbang” dalam
setiap aspek kehidupan, termasuk urusan bisnis.
Bagaimana kalau kenyataannya dalam bisnis kita sehari-hari, kerap kali masih CARA GILA JADI PENGUSAHA
_________________________________________________________________
Purdi E. Chandra
37
diharuskan untuk memutuskan, memilih, dan mengambil keputusan, dari
beberapa alternatif yang faktor-faktornya tidak diketahui ? Tentu saja, jika
proses berpikir kita masih dominan ke otak kiri cenderung bersifat logis,
linier, dan rasional, tentu kita menyodorkan berpuluh-puluh pilihan.
Sebaliknya jika proses berpikir kita dominan ke otak kanan yang cenderung
acak, tidak teratur, dan intuitif, saya yakin kita dengan antusias yang kuat
akan memilih satu pilihan dan berhasil. Maka, tak ada salahnya jika kita mau
memberdayakan otak kanan.
Pengusaha “Climber”
“Jika bisnis kita ingin tetap eksis, maka tak ada salahnya kalau
kita menjadi pengusaha “Climber”.
Sungguh saya sempat tertegun, ketika membaca pidato pengukuhan Prof
Dr. dr. Hari K. Lasmono, MS, Guru Besar Ilmu psikologi Fakultas Psikologi
Universitas Surabaya beberapa waktu lalu. Ia mengungkapkan, bahwa untuk
kita bisa sukses dalam bisnis maupun karir, tak cukup hanya mengandalkan
IQ (Intelligence Quotient) dan EQ (Emotional Quotient). Tapi juga AQ
(Adversity Quotient).
Mengapa AQ penting ?
Menurut pakar SDM Paul G. Stoltz, Phd, AQ merupakan perpaduan
antara IQ dan EQ. Jadi AQ bisa saja kita artikan sebagai kehandalan
mental.
Sementara, Daniel Goleman pernah mengatakan, banyak pengusaha ber-
IQ tinggi, namun usahanya cepat jatuh. Sedang, yang ber-IQ biasa-biasa
saja justru berkembang.
Lantas, ia mengenalkan kecerdasan Emosi (EQ). Dimana EQ merefleksikan
kemampuan kita berempati pada orang lain, mengontrol kemauan hati, dan
kesadaran diri. Sehingga Goleman yakin EQ lebih penting dari IQ. Tapi
kenyataannya, seperti IQ, tak semua orang mengambil keuntungan dari EQ.
Karena, kurangnya ukuran valid dan metode definitif untuk mempelajarinya,
membuat EQ sukar dipahami. Bahkan, beberapa orang ber-IQ tinggi dan
punya semua aspek EQ, ternyata akan jatuh pula.
CARA GILA JADI PENGUSAHA
_________________________________________________________________
Purdi E. Chandra
38
Itu sebabnya mengapa Stoltz berani mengatakan, bahwa IQ dan EQ tidak
menentukan kesuksesan seseorang, meskipun keduanya memainkan
peranannya.
Lalu, mengapa pengusaha bisa bertahan, meski di saat krisis ekonomi
sekalipun, sedang pengusaha lain yang rata-rata pintar menyerah akibat
badai krisis ?
AQ itulah kuncinya. Untuk memahami AQ, kita menggambarkannya dengan
pendaki gunung. Ada 3 kategori Pengusaha :
1. “Climber”.
Tipe orang ini, akan terus mendaki sampai puncak tanpa
mempertimbangkan lebih jauh keuntungan atau kerugian,
ketidakberuntungan atau keberuntungan. Tipe pengusaha “Climber”
ini, juga cenderungtak pernah mempermasalahkan usia, gender, ras,
ketidakmampuan fisik atau mental, atau berbagai rintangan lain untuk
mencapai puncak kesuksesannya.
2. “Camper”.
Dia mengkompromikan hidupnya. Dia bekerja keras tapi hanya
sebatas yang mampu dia lakukan. Sebenarnya kesuksesan bisa diraih
lebih baik lagi, tapi dia cenderung untuk tidak mau mencapainya. Dia
sudah cukup puas dengan apa yang sudah diraihnya.
3. “Quitter”
Dia juga mengkompromikan hidupnya, namun tidak berusaha sekeras
“Camper”. Dia lebih memilih bisnis yang mudah, tanpa gejolak. Tapi,
jika dalam bisnis menghadapi kesukaran, ia cenderung lebih mudah
terkena depresi, atau frustasi. Pendeknya, disadari atau tidak,
pengusaha “Quitter” lebih memilih melarikan diri dari pendakiannya.
Padahal, sebetulnya dia punya potensi untuk mencapai sukses.
Dengan melihat 3 tipe pengusaha di atas, jika kita ingin eksis sebagai
pengusaha, maka sebaiknya kita harus berusaha menjadi pengusaha
“Climber”, dan bukan “Camper” maupun “Quitter” . Sebab, hanya tipe
“Climber” yang benar-benar bisa mengisi hidupnya. sebab, mereka
mempunyai perasaan yang kuat mencapai tujuan dan semangat untuk
melakukannya. Baginya, tak ada kata menyerah dalam kamusnya. Dia punya CARA GILA JADI PENGUSAHA
_________________________________________________________________
Purdi E. Chandra
39
kebijaksanaan dan kedewasaan untuk memahami kapan harus maju dan
kapan harus mundur.
Namun demikian, “Climber” itu juga manusia. Kadang mereka punya
keraguan, kesepian dan pertanyaan dalam perjuangannya. Karena itu, tak
mengherankan terkadang pengusaha tipe “Climber” bergabung juga dengan
“camper” untuk merenung kembali, mengisi ulang energi untuk berjuang lagi.
Sedangkan pengusaha tipe “Quitter” memilih untuk tidak melakukan apa-apa.
Nah, bagaimana Anda sendiri, mau pilih tipe yang mana ?
“Ngundung”, Mengapa Tidak?
“Dalam setiap kita menggeluti bisnis apapun, kecerdasan
spiritual juga perlu kitamiliki, selain IQ, EQ, dan AQ. Sebab,
kecerdasan spiritual akan membuat kita berani“ngudung”.
Rupanya kita tak cukup hanya berbekal kecerdasan intelektual (IQ) dan
kecerdasan emosional (EQ), untuk bisa meraih sukses, baik dalam bisnis
maupun karier. Kita juga harus punya kecerdasan adversity (AQ). Sebab, hal
itu akan memungkinkan kita lebih mampu mengatasi tantangan dalam bisnis,
sekalipun itu perlu banyak energi, dedikasi dan pengorbanan.
Sejalan dengan perkembangan bisnis ini sendiri, ternyata belakangan ini
bergulir pendapat yang menyatakan, kesuksesan karier maupun bisnis itu,
masih perlu lagi dilengkapi dengan kecerdasan spiritual atau spiritual
intelligence (SQ).
Mengapa demikian? Karena, di dalam kecerdasan spiritual inilah terkandung
banyak aspek, seperti aspek keberanian, optimisme, kreatifitas, fleksibel, dan
visioner.
Dengan kita juga memiliki kecerdasan spiritual, maka kita cenderung lebih
berani “ngudung” ( Bahasa Jawa : berjalan dengan keteguhan hati)
dalam setiap menggeluti bisnis apapun. Kita juga tidak mudah ragu pada
setiap keputusan bisnis yang kita buat.
Bahkan, bahwa jika kita ingin sebagai pengusaha sekaligus pemimpin, maka
seharusnya memang memiliki kecerdasan spiritual yang baik.
CARA GILA JADI PENGUSAHA
_________________________________________________________________
Purdi E. Chandra
40
Berani “ngudung”, yang saya maksudkan di atas, bisa mengandung
pengertian bahwa beraninya itu karena kita punya kecerdasan spiritual.
Sementara, “ngudung”-nya, karena kita memiliki kecerdasan adversity (AQ).
Dengan begitu, kita akan lebih berani jalan terus. Tidak mudah terombang-
ambing oleh isu-isu negatif di kanan-kiri. Sehingga, dapat disimpulkan :
berani “ngudung” itu merupakan gabungan antara aspek kecerdasan
adversity dan kecerdasan spiritual.
Hal itu akan membuat kita semakin bersemangat di dalam berbisnis. Tidak
ada kata yang lebih tepat, kecuali: “Saya akan melangkah terus ke depan.”
Dengankita berani “ngudung” akan membuat kita tidak mudah menyerah.
Karena kita telah percaya atas diri kita sendiri dan tidak terlalu ambil pusing
pendapat orang lain pada bisnis yang kita pilih dan jalani.
Dengan berani “ngudung” akan membuat kita kreatif, dan tidak takut gagal.
Bahkan, kita rela mencoba lagi dan pantang putus asa. Pokoknya, “ngudung
“jalan terus. Dengan begitu, kita akan memiliki daya lentur. Bahkan,
terkadang kita tidak melihat kegagalan sebagai kegagalan, tapi hanya kita
anggap sekadar rintangan kecil yang tak mengenakkan kita di dalam meraih
sukses bisnis.
Untuk mewujudkan keberanian “ngudung “ itu, kita sebaiknya mau
melakukan pendekatan spritual. Di sinilah ada suara hati yang merupakan
kebenaran sejati. Sehingga, kalau hati nurani kita benar-benar ingin
melakukan sesuatu, maka kita pun harus yakin, bahwa bisnis yang akan dan
sedang kita jalankan saat ini, bukanlah untuk menipu.
Bisnis yang kita jalankan, sebenarnya juga bukanlah hanya sekadar untuk
kepentingan diri sendiri, tapi juga punya makna sosial karena pekerjaan
bisnis kita begitu banyak menyejahterakan orang lain.
Entrepreneur Kreatif
“Kalau, anda berani tampil beda, itu berarti Anda memiliki
jiwa entrepreneur”.
Dunia entrepreneur merupakan dunia tersendiri yang unik. Itu sebabnya,
mengapa entrepreneur atau wirausahawan dituntut selalu kreatif setiap
waktu. Dengan kreativitasnya, tidak mustahil akan terbukti bahwa ia betul-
betul memiliki citra kemandirian yang memukau banyak orang karena
mengaguminya, dan selanjutnya akan mengikutinya. CARA GILA JADI PENGUSAHA
_________________________________________________________________
Purdi E. Chandra
41
Memang, kita akui bahwa menjadi entrepreneur kreatif di saat krisis ekonomi
merupakan suatu tantangan yang sangat berat. Digambarkan, seseorang
yang akan terjun menjadi entrepreneur kreatif, ia harus bekerja 24 jam
sehari, dan 7 hari dalam seminggu.
Hal semacam itu masih harus ia lakukan paling sedikit untuk kurun waktu
kurang lebih 2 tahun pertama. Berjuang tanpa henti dengan berbagai
tekanan fisik maupun psikis.
Apalagi dalam melakukan bisnis modern, tidak mungkin dapat hidup dan
berkembang tanpa kemampuan menciptakan sesuatu yang baru pada setiap
harinya. Walaupun itu hanya merupakan gabungan dari berbagai unsur yang
telah ada, ke dalam bentuk baru yang berbeda. Dari kreativitas akan muncul
barang, jasa atau ide baru sebagai inovasi baru, untuk memenuhi kebutuhan
pasar yang terus berkembang. Dan dari kreativitas itu pula akan muncul
cara-cara baru - mekanisme kerja atau operasi kerja - untuk meningkatkan
efisiensi dan produktivitas.
Pada dasarnya, kita semua kreatif. Tentu saja, dengan kualitas dan kuantitas
yang berbeda-beda. Menurut Raudsepp, seorang peneliti dari Princeton
Research Inc, mengatakan bahwa kemampuan kreatif itu terdistribusi hampir
secara universal kepada seluruh umat di muka bumi ini.
Kreativitas bak sebuah sumber mata air, yang tentunya jangan sampai kita
biarkan sumber mata air itu mengering. Kita harus tetap belajar dan
menggali terus kreativitas tersebut.
Oleh karena itu, jika Anda termasuk dalam golongan orang yang selalu ingin
tahu, kemudian dapat melihat suatu peristiwa dan pengalaman untuk
dijadikan sebuah peluang, dimana orang lain tidak melihatnya, kemudian
memiliki keberanian berpikir kreatif dan inovatif, maka saya rasa lebih baik
bersiaplah anda untuk menjadi entrepreneur.
Itu sebabnya, mengapa ada yang menyebut wirausahawan itu sama dengan
‘orang aneh’. Namun, kita jangan berprasangka buruk dengan perkataan
tersebut. Sebab, di balik kata itu tersembunyi kekuatan yang dimiliki seorang
entrepreneur dari kebanyakan orang.
Banyak contoh yang dapat memberikan gambaran kepada kita, bahwa tidak
ada sesuatu yang tidak mungkin dilakukan wirausahawan. Keluarkan semua
ide atau gagasan Anda. Anda tidak perlu takut diremehkan atau dihina orang
lain. CARA GILA JADI PENGUSAHA
_________________________________________________________________
Purdi E. Chandra
42
“Ide gila” yang Anda sampaikan itu boleh jadi suatu waktu akan mengundang
kekaguman banyak orang. Orang lain akan gigi jari ketika melihat
keberhasilan Anda, dan mungkin saja mereka akan berguman: “Mengapa hal
seperti itu dulunya tidak terpikirkan oleh saya?”
Kalau Anda berani tampil beda. Itu berarti, Anda akan memiliki jiwa
entrepreneur. Saya setuju pendapat yang mengatakan, bahwa keberhasilan
entrepreneur itu diibaratkan seperti kesabaran dan ketenangan seorang aktor
akrobatik dalam meniti tambang tipis hingga sampai ke tujuan, ia bukannya
menghabiskan waktu dengan perasaan khawatir, tapi konsentrasinya tertuju
pada tujuannya.
Dan, yang lebih penting bagi kita adalah sebaiknya kita jangan malu akan
kesalahan yang kita buat. Seorang entrepreneur memang tidak menyukai
kesalahan, tapi ia tetap akan menerimanya sepanjang hal itu dapat
memberikan pelajaran berharga.
Ia harus mampu meloloskan diri dari situasi-situasi yang hampir tidak
mungkin diatasi. Sebab dalam era global sekarang ini, kegiatan usaha yang
kita jalankan hamper 90 % justru tidak sesuai rencana. Karena itu, kita harus
luwes dengan rencana yang telah kita buat. Bisa berpindah dari satu rencana
ke rencana lainnya. Seorang entrepreneur juga tidak boleh gampang
berputus asa. Ia harus yakin dengan kreativitasnya, pasti ada jalan yang
tidak pernah dibayangkan sebelumnya.
Motivasi di Tengah Kekacauan
“Suka atau tidak suka, kita harus berani, berakrab-akrab
dengan kekacauan”.
Perubahan serba cepat dan kacau sungguh kita rasakan sekarang ini, dan
kita melihatnya, bahwa perubahan tersebut hampir terjadi dari segala aspek.
Sebagai manajer maupun entrepreneur, kita akhirnya tidak hanya sekedar
pandai menendang bola saja, yang bisa diposisikan seperti apa pun
sekehendak kita dengan begitu mudah. Namun kita juga harus bisa seperti
menendang kucing. Sedang kucing itu dapat meloncat dan lari.
Sehingga, tidak mengherankan kalau lantas ilmu manajemen yang masih
aktual pun tidak mampu lagi mengatasi kekacauan tersebut. Kekacauan itu
berarti banyaknya ketidakpastian. Hari ini tidak ada hubungannya dengan
hari kemarin. Hari depan menjadi tidak pasti, tidak bisa diramalkan. CARA GILA JADI PENGUSAHA
_________________________________________________________________
Purdi E. Chandra
43
Kondisi semacam ini menjadikan kita hidup dalam era lonjakan kurva, tidak
linear dan tidak-karuan. Sehingga, pengetahuan dan juga pengalaman
akhirnya tidak dapat menjamin keberhasilan bisnis kita di masa depan.
Kalau sudah begitu keadaannya, saya berani mengatakan, bahwa kita tidak
perlu lagi menghafal ilmu-ilmu manajemen yang hanya sekadar teoritis. Kita
justru harus lebih kreatif bertanya. Karena bertanya itu tidak akan pernah
usang. Sementara, yang namanya sebuah jawaban pengetahuan itu mudah
ketinggalan zaman.
Begitu juga pengalaman. Keadaan yang serba cepat dan kacau itu akhirnya
membuat pengalaman itu bukan lagi menjadi guru yang baik. Padahal,
selama ini kita lebih percaya pada mitos, bahwa pengalaman adalah guru
yang terbaik. Oleh karena itu, dalam kondisi semacam ini, bagaimana kalau
kita bebas saja dari ilmu pengetahuan dan pengalaman. Mungkin saja, ide
saya ini anda anggap aneh. Tapi itulah yang namanya entrepreneur identik
dengan orang aneh.
Tom Peter, mengatakan bahwa perubahan serba cepat dan kacau itu
pertanda zaman edan. Sehingga di era global sekarang ini, suka atau tidak
suka, kita harus berani berakrab-akraban dengan kekacauan. Apalagi kita
juga sedang menuju millenium ketiga.
Sebab tidak mustahil, pendekatan yang tidak sistematis atau tidak akademis,
justru yang nantinya bisa menyelesaikan kekacauan. Contohnya, Lembah
Silikon di Amerika Serikat. Dahulu kawasan itu berkembang pesat dan
sangat membanggakan banyak orang. Hal itu karena, Lembah Silikon telah
menjadi besi sembrani yang menarik begitu banyak perusahaan yang
berkecimpung dalam bisnis komputer dan elektronik.
Tapi sekarang yang terjadi adalah sebaliknya. Banyak perusahaan di sana
menjadi bangkrut. Lembah ini berubah menjadi kuburan massal perusahaan
besar. Kejadian tragis ini ternyata juga dialami oleh negara kita. Dulu, banyak
pengusaha dan bank yang sangat berjaya, kini pada kelimpungan dan
akhirnya bangkrut.
Sementara itu, dengan semakin banyak belajar ilmu manajemen, kerap kali
membuat kita justru semakin bertindak hati-hati dalam segala urusan bisnis.
Kita tidak punya keberanian untuk bertindak. Dalam pikiran kita yang ada
hanyalah ketakutan dan ketakutan. Kalau sudah begitu, mana mungkin kita
punya semangat kerja yang tinggi dan kompetitif.
CARA GILA JADI PENGUSAHA
_________________________________________________________________
Purdi E. Chandra
44
Pengalaman bisnis pun juga semakin sulit diterapkan, bahkan kerap kali tidak
jalan lagi. Perubahan serba cepat dan kacau itu membuat kita sadar, bahwa
saat sekarang ini bukan lagi kita hanya bermodalkan pengetahuan yang sarat
dengan teori semata.
Tetapi, saat ini justru dibutuhkan orang yang buta teori atau jauh dari mental
sekolahan. Nyatanya, orang yang jauh dari mental sekolahan itulah yang
justru bisa meraih sukses. Hal itu karena, mereka tidak hanya sematamata
mengandalkan pada teori, namun mereka lebih mementingkan ketangguhan,
keuletan dan tahan banting. Sehingga, semua perubahan yang serba kacau
dan cepat justru dianggapnya sebagai tantangan.
Tantangan itulah yang dapat membangkitkan motivasinya.
Optimisme Entrepreneur
“Sesungguhnya keberanian seorang entrepreneur dalam
menggeluti bisnisnya, terletak pada optimismenya”
Dalam situasi ekonomi sesulit apapun, seorang entrepreneur atau
wirausahawan harus tetap optimis dalam menggeluti bisnisnya. Sebab,
sesungguhnya keberanian seorang entrepreneur dalam menggeluti bisnisnya
adalah terletak pada optimisme. Dengan tetap optimis, kita akan tetap
termotivasi dan cemerlang dalam memanfaatkan setiap peluang bisnis.
Bukan sebaliknya, pesimis. Sebab, sikap pesimis itu akan membuat semangat
berwirausaha kita menjadi runtuh. Hal semacam itu jelas kalau bakal
merugikan kita. Wajar manakala dalam mengeluti bisnis kita, ada saja
masalah yang timbul pada setiap harinya. Tinggal bagaimana sikap kita
masing-masing.
Bila kita menghadapinya tidak dengan pikiran yang segar, dengan tidak
optimis, maka tentu saja kita akan dihadapkan pada situasi pikiran yang
rumit, terlalu tegang dan akhirnya bisa stres sendiri. Bahkan, ide atau
gagasan kita yang cemerlang tiba-tiba berhenti, dan pada akhirnya merembet
pada sikap kurang percaya diri. Sehingga dalam setiap kita melakukan
negoisasi bisnis akan selalu grogi.
Tetapi coba bandingkan, bila kita tetap punya optimisme yang tinggi. meski
diterpa “angin keras” apa pun kita tetap optimis, baik dalam bisnis maupun
kehidupan sehari-hari, maka kita akan menjadi seorang yang selalu optimis CARA GILA JADI PENGUSAHA
_________________________________________________________________
Purdi E. Chandra
45
dalam mengarungi masa depan. Kita pun menjadi tidak mudah terkejut oleh
berbagai kesulitan apapun juga. Bahkan kita akan tertantang dan selalu
berusaha mencari jalan pemecahannya yang terbaik.
Dengan pemikiran yang optimis itu, kita juga akan lebih bisa menggunakan
imajinasi untuk meraih kesuksesan atau keberhasilan. Dengan demikian,
optimisme akan meningkatkan kekuatan atau kemampuan kita dalam
berusaha dan akan menghentikan alur pemikiran yang negatif. Namun kalau
kita cenderung suka berpikir negatif, maka pasti akan memenuhi banyak
kesukaran.
Justru dengan optimisme, kita selalu akan terdorong untuk berpikir positif.
Berpikir positif adalah suatu cara yang terbaik untuk mempromosikan percaya
diri, dan menghimpun energi positif. Sebab pikiran kita merupakan sumber-
sumber ide atau gagasan yang paling berharga jika kita mau berpikir secara
positif. Itu sebabnya, mengapa sikap mental positif (positive mental attitude)
seorang entrepreneur itu menjadi penting.
Saya Dicap “Orang Gila”
“Entrepreneur itu pemberani, meski belum tentu pandai. Orang
pandai itu justru belum tentu berani melakukan bisnis”.
Dalam acara pemberian penghargaan terhadap Lembaga Bimbingan Belajar
Primagama oleh Museum Rekor Indonesia (MURI), saya benar-benar
“digarap” oleh rekan saya yang juga Direktur MURI, Jaya Suprana.
Dalam acara yang diselenggarakan pada hari Jumat 2 Juli 1999 yang lalu,
saya dicap sebagai “orang gila” oleh Jaya Suprana. “Betapa tidak”, kata Pak
Jaya, “Usaha yang dibuka Pak Purdi saya nilai sebagai usaha edan-edanan”.
Pak Purdi memang demikian “gila” berani membuka usaha yang saya nilai
sebagai industri bimbingan belajar terbesar di Indonesia”, tutur pakar
kelirumologi tersebut.
Lebih lanjut dikatakan “Karena itulah, saya rela menyerahkan sendiri sertifikat
MURI ini kepada pak Purdi. Padahal, saya sebenarnya sudah janjian dengan
Presiden Habibie. Tapi karena ada acara ini, acara di Bina Graha saya
batalkan,” demikian kelakar Boss Jamu Jago itu.
Yah begirulah Pak Jaya. Bahkan, saya juga dibilang “gila” , karena begitu
cepat dalam mengembangkan bisnis pendidikan ini. Dan memang, pada usia CARA GILA JADI PENGUSAHA
_________________________________________________________________
Purdi E. Chandra
46
18 tahun pada 10 Maret 2000 yang lalu, Primagama telah berkembang lagi,
dengan memiliki 181 cabang di 96 kota yang tersebar di 16 propinsi.
“Saya salut sama Pak Purdi. Sebagai seorang wirausahawan, ia selalu
melakukan hal-hal yang tidak rasional dan terlalu berani. Tidak punya modal
cukup, berani buka usaha. Terlalu optimis terhadap ide-ide rencana
usahanya, dan mengambil risiko adalah pekerjaan biasa,” demikian kata Pak
Jaya lagi dalam kesempatan pidatonya.
Entrepreneur lain yang disebut Pak Jaya adalah Tirto Utomo, yang rupanya
lebih gila lagi. Tirto Utomo bisa menjual air (aqua) lebih mahal dari bensin.
Dan bisnis Tirto pun saat ini juga berkembang sangat pesat.
Jaya Suprana mengatakan begitu, karena memang faktanya demikian.
Banyak usaha yang dimulai dari ide-ide gila, dan keberanian yang luar biasa.
Bagi orang awam, perilaku wirausaha memang terasa aneh dan sulit dicerna.
Tetapi bila dilihat dari sisi motivasi, mereka memang orang-orang yang
memiliki motivasi yang tinggi (high achiever) dalam meraih sesuatu. Tak
lekang karena panas, tak lapuk karena “hujatan”. Padahal, belum tentu
memiliki kepandaian dan ketrampilan yang memadai untuk memulai
usahanya.
Entrepreneur itu adalah pemberani, walaupun belum tentu ia orang pandai.
Orang pandai justru belum tentu berani. Hal ini mungkin karena terlalu
berhitung. Banyak wirausaha yang lahir bukan karena pandai, tetapi karena
berani. Berani memulai usahanya. Berani meraih peluang. Tidak pernah
takut.
Menurut Marianne Williamson, ketakutan kita yang paling mendalam
bukan karena kurang memadai. Ketakutan yang paling mendalam adalah
karena kita terlalu kuat.
Sisi terang, bukan sisi gelap yang membuat kita takut. Dari kalimat tersebut
dapatlah diambil kesimpulan, bahwa makin tahu banyak hal, maka makin
membuat orang takut mencoba. Sehingga teman saya yang seorang akuntan,
dan ingin berwirausaha, ia akan selalu menghitung feasibility-nya dan tidak
pernah memulai usahanya. Sementara, peluang yang sama telah direbut
orang lain.
Saya tidak menyarankan untuk tidak menghitung rencana usaha Anda.
Tetapi, keberanian untuk memulai nampaknya harus didahulukan. Ada teman CARA GILA JADI PENGUSAHA
_________________________________________________________________
Purdi E. Chandra
47
saya yang ingin membuka usaha retail atau warung kelontong. Yang dia
hitung dan bayangkan, adalah akan membutuhkan modal yang banyak,
tempat yang bagus, dan bayangan yang serba menakutkan.
Dan, pada saat bertemu dengan saya, dia saya sarankan membuka retail-nya
dulu, baru berpikir kemudian. Ternyata betul juga, begitu retail-nya dibuka,
banyak orang yang menitipkan barang (konsinyasi), dimana sebelumnya hal
tersebutak pernah dipikirkan. Kemudian ada petugas bank yang menawarkan
pinjaman uang untuk meningkatkan modal. Dan,banyak kesempatan yang
datang silih berganti, yang tidak pernah diduga sebelumnya.
Keberanian seorang entrepreneur untuk berwirausaha itu sama dengan
keberanian menghadapi risiko. Kalau dengan negative thinking, risiko sama
dengan bahaya. Tetapi kalau dengan positive thinking, maka risiko itu sama
dengan rejeki.
Resiko kecil yang didapat pun kecil. Contohnya, seorang tukang cuci piring,
risikonya hanya memecahkan piring, maka penghasilannya pun kecil. Yang
berisiko besar, penghasilannya pun akan besar. Sehingga, seberapa besar
rejeki yang diinginkan, sama dengan seberapa besar Anda berani mengambil
risiko.
CARA GILA JADI PENGUSAHA
_________________________________________________________________
Purdi E. Chandra
48
GAYA KEPEMIMPINAN
Memanfaatkan Otak Orang Lain
“Menjadi orang nomor satu di perusahaan kita sendiri, itu
sangat bisa. Tapi tidak bisa semua kegiatan bisnis, kita
jalankan sendiri”.
Mensyukuri apa yang kita peroleh dari hasil bisnis, walau tak sebesar seperti
yang kita harapkan semula, saya kira, itu penting. Setidaknya, ini merupakan
langkah kita pertama menjadi entrepreneur yang bijak. Namun, tentunya kita
tetap memiliki kemauan untuk mengembangkan bisnis kita seoptimal
mungkin. Sehingga, hasil yang kita peroleh juga akan bisa lebih maksimal,
meskipun persaingan di dunia bisnis makin kompleks.
Untuk mewujudkannya, kita mungkin tak hanya cukup memanfaatkan otak
kita sendiri, tapi ada baiknya juga memanfaatkan otak orang lain. Sebab, kita
harus menyadari benar, bahwa setelah bisnis yang kita rasakan berkembang
cukup pesat, dan kita menjadi orang nomor satu di perusahaan yang kita
dirikan, tentu saja tak bisa semua kegiatan bisnis bisa kita jalankan dengan
otak kita sendiri.
Maka, sudah sewajarnya kalau kita memanfaatkan otak orang lain, yang oleh
Williams E. Heinecke, penulis buku “The Entrepreneur 21 Golden dan
Rules for the Global Business Manager”, disebut “Work with other people’s
brain”.
Menurut, entrepreneur terkemuka yang sukses mengembangkan bisnis Pizza
Hut, seorang entrepreneur yang bersedia bekerja dengan memanfaatkan
otak orang lain, sesungguhnya adalah entrepreneur sejati.
Saya sendiri juga merasakan, bahwa memanfaatkan otak orang lain dalam
bisnis. Khususnya di era milenium ketiga ini, merupakan yang sangat penting.
Acapkali itu lebih baik ketimbang harus semuanya kita jalankan sendiri.
Katakanlah, kita akan mudah menangkap peluang bisnis deengan bantuan
otak orang lain. Karena itu, jangan apa-apa dikerjakan sendiri. Akibatnya, CARA GILA JADI PENGUSAHA
_________________________________________________________________
Purdi E. Chandra
49
kita bisa jadi pemurung, kebanyakan kerja, dan sulit bagi kita bisa menikmati
penghidupan yang layak sebagai seorang entrepreneur.
Yakinlah, jika kita berhasil memanfaatkan otak orang lain dengan baik,
sebenarnya juga sebagai upaya positif kita menghindarkan sikap keras kepala
kita sendiri. Dan, itu akan lebih mudah membuat kita mau mendengarkan
dengan hati terbuka apa yang dikatakan orang lain. Pada akhirnya, sikap ini
pulalah yang akan menciptakan hubungan kerja harmonis.
Maka, kita sebagai entrepreneur yang memiliki perusahaan, alangkah
bijaknya kalau kita juga jangan mudah “alergi” dengan apa yang dikatakan
orang lain.
Selain itu, jika kita bisa memanfaatkan otak orang lain dengan baik,
sesungguhnya juga kemajuan yang positif bagi bisnis kita sendiri. Bahwa, kita
pun ternyata mampu mengangkat diri kita sebagai pemimpin perusahaan
yang benar-benar memiliki kemampuan profesional dan kecerdasan disaat ini
maupun di masa mendatang.
Dan, perlu diingat bahwa memanfaatkan otak orang lain, itu bukan
merupakankelemahan kita sebagai entrepreneur. Tapi sebaliknya, hal itu
justru menunjukan, bahwa kita benar-benar telah memiliki intelektualitas,
kecerdasan emosional, kecintaan pada diri kita sendiri, maupun perusahaan.
Boss Bukan Pemimpin
Menjadi entrepreneur leader itu lebih baik dari pada jadi boss.
Panggilan boss itu memang sudah biasa di dalam dunia usaha walaupun
mungkinmaksudnya untuk menghormati. Namun, sebetulnya panggilan boss
itu terkesan ada maunya, ada pamrihnya. Saya sendiri tidak bangga dengan
panggilan itu. Risih rasanya. Saya tidak ingin jadi boss. Saya ingin menjadi
entrepreneur leader, seorang entrepreneur yang juga seorang pemimpin.
Dalam hal ini, John C. Maxwell, yang banyak menyoroti perbedaan antara
boss dan pemimpin mengatakan, seorang pemimpin lebih punya itikad baik,
lebih bijak, baik dalam sikap dan tingkah lakunya.
Dia lebih bisa melatih atau mendidik pengikutnya. Dia juga bisa sebagai
teladan bagi pengikutnya. Katakanlah, seorang karyawan yang baru CARA GILA JADI PENGUSAHA
_________________________________________________________________
Purdi E. Chandra
50
masuk di perusahaannya dan langsung mentoring pada seorang pemimpin
menjadi cepat berkembang, karena pemimpin mampu menimbulkan rasa
antusiasme pada karyawannya.
Tetapi lain halnya, dengan seorang boss. Boss lebih mirip dengan juragan.
Seorang boss itu lebih banyak maunya sendiri, egoismenya tinggi, dan sikap
atau tingkah lakunya lebih terkesan menggiring pekerjanya dan kerap
menimbulkan rasa takut pada anak buahnya.
Karena sikap itu menyangkut pola rasa dan pola pikir, sehingga pengaruh
sikap boss semacam itu, menurut seorang pakar kepribadian, Dale E.
Galloway, akan dapat membuat anak buahnya menjadi gelisah, menderita,
melukai hati, dan bahkan bisa mendatangkan musuh.
Seorang boss juga lebih tergantung pada wewenang, terutama wewenang
struktural. Kalau tidak memiliki lagi wewenang, maka pengaruhnya tidak ada.
Bahkan orang lain tidak lagi respek pada dia, manakala sudah tidak menjadi
boss lagi.
Itulah memang konsekuensinya kalau seseorang lebih menggunakan
wewenang struktural. Jadi orang lebih terpengaruh pada boss yang punya
wewenang tersebut, dan bukan pada hubungan moral seperti yang lebih baik
dilakukan seorang pemimpin.
Dan, saya kerap melihat, bahwa seorang boss cenderung suka menyalahkan
anak buahnya, karena dia memang lebih suka menetapkan kesalahan tanpa
menunjukan jalan keluar, dan boss itu tahu bagaimana itu dilakukan.
Tapi lain halnya dengan seorang pemimpin, dia lebih suka memperbaiki
kemacetan yang dilakukan bawahannya atau pengikutnya dan bisa
menunjukan cara mengatasinya.
Boss juga lebih mengatakan “Aku”, sementara pemimpin lebih suka
mengatakan “Kita”. Perbedaannya tak hanya itu. Boss juga lebih suka
mengatakan “Jalan!”, jadi lebih bersikap otoriter. Sangat berbeda dengan
cara pemimpin dalam menggerakan karyawannya lebih bersikap egaliter,
maka tak mengherankan lebih cenderung mengatakan “Mari kita jalan!”.
Oleh karena itulah, dalam mengembangkan bisnis kita dan dalam
menghadapi persaingan bisnis yang semakin keras saat sekarang ini, saya
kira memang dibutuhkan entrepreneur-entrepreneur leader.
CARA GILA JADI PENGUSAHA
_________________________________________________________________
Purdi E. Chandra
51

0 komentar:

Posting Komentar

Dapatkan Uang Lotre $10.000 Hanya Dengan Mengklik Banner di Bawah,Serta free Login Register.Get $10000 Only By Clickling This Banner.